Minggu, 06 Mei 2012

Adgawan Manobo


Construction in Conflict: Manobo Tenure as Critique of Law

Augusto B. Gatmaytan

Provinsi Agusan di Manobo mengatakan ceritaa 2 saudara yang tinggal di pantai Mindanaw:

Ketika Spaniard datang, saudara yang paling muda memilih untuk dibaptis, dan belajar untuk membaca dan menulis. Sampai saat itu dia telah hidup dengan membaca dan menulis. Dia dipanggi Palagsulat-“Orang yang menulis”- keluarga dari Dumagat. Kakak yang tertua menolak untuk dibaptis atau untuk belajar dan menulis. Dia pindah ke gunung, dimana dia melanjutkan praktik keluarganya, mengikuti mimpi dan penglihatan. Dia dipanggil Palamgowan,”Orang yang bermimpi”. Manobo dan suku lainnya adalah anak-anak dari Palamgowan.

Diceritakan oleh Froilan Havana, Datu yang dituakan dari sungai Adgawan tengah, cerita ini memperlihatkan ke-contrast-an(perbedaan) antara sifat karakteristik orang Manobo dan orang yang mengembara atau para pendiri Basaya yang menyatakan identitas dan perbedaan jelas dari interaksi zaman. Yang menarik adalah sugestinya, walaupun keluarga mereka sama, hubungan timbal balik antara anak-anak dari Palagsulat dan Palamgowan sangat bermasalah.

The Problem.

Lahan yang berada dalam teritori mereka adalah kepemilikan mereka bersama, tidak ada pengecualian oleh petani, yang memang telah menjadi properti mereka.

Masalah kepemilikan lahan Manobo adalah kesalahan yang fatal.
Sistem kepemilikan lahan mereka dijajar-jajarkan dengan pembangunan negara oleh kepemilikan penduduk asli, ditemukan dalam Indigenous People Rights Act (IPRA), atau Republic Act (RA) no.8371 tahun 1997. hukum ini memberikan hak pengakuan legal secara tegas untuk penduduk asli pada lahan dan wilayah keluarga mereka. Hukum ini juga memberikan komunitas penduduk asli pilihan untuk memiliki lahan dan pengakuan sumber daya secara legal.

IPRA sekarang telah difasilitasi oleh komisi nasional pada Indigenous Peoples(NCIP), yang menikmati dukungan kuat dari organisasi non-pemerintah (NGOs) dan sektor lain didalamnya yang sering dipanggil “civil society”(komunitas sipil). Walaupun perkataan yang staff NCIP kurang kompeten dan respek untuk prosedur tidak sah, kritik hukum telah ditekan(dibisukan). Apapun kritik terhadap hukum, sayangnya, seringnya dihalau dari sikap ideologi yang tidak(hakiki) sesuai dengan ketetapan undang-undang terikat atau bentrok. Bagaimanapun hanya ilustrasi bagaimana Manobo dan kebijakan pemerintah tentang lahan dan kepemilikan sumber daya berbeda menambah sedikit pengetahuan kita. Kita harus pergi lebih jauh untuk menelisik perbedaan-perbedaan dan mencoba untuk mengerti proses yang mengarah pada perbedaan tesebut, dan memperoleh pelajaran berguna tentang pentingnya masalah pembangunan masa depan utnuk anak-anak Palagsulat dan Palamgowan.

The Adgawan Manobo

Manobo tinggal di daerah Agusan dan ada juga di daerah Suragao del sur, Bukidnon, Davao dan Cotanato. Dalam hal ini daerah yang lebih ditonjolkan adalah daerah Adgawan yang ada di dekat sungai di provinsi Agusan del Sur.

Masyarakat Manobo memenuhi kehidupanya dengan cara bertani, berburu, menjebak, memancing dan barter(ekonomi). Dalam bidang Agrikultur, khususnya pengolahan padi(pagpanguma), sangatlah berharga, meskipun produksinya rendah. Di daerah sekitar sungai Adgawan terdapat tempat pengelolaan beras dengan cara tradisional yang biasa disebut (swidden). Selain itu mereka juga, memanen ubi(kemote), singkong(calibre), ubi jalar(hupi), jagung(batad). Abaka, tepung, beras, dan lilin digunakan sebagai alat pertukaran(barter). Sekarang metode pertanian swidden telah dilengkapi dengan pembajakan lahan kering(daro) dan untuk mengurangi perluasan, kultivasi padi(basak). Beruru dan menjebak babi liar, monyet, burung, dan rusa menurun tapi masih dilakukan. Dulu memancing sangatlah penting, tetapi terganggu oleh penebangan.

Pada tahun 1950an penebangan hutan di daerah Adgawan masih kecil, dan pada tahun antara 1960-1980 penebangan hutan di daerah ini mulai marak shingga daerah ini habis ditebang. Dan pada tahun 1980an masyarakat Manobo melakukan penanam hutan kembali yang sudah pernah ditebang. Pada tahun 1970an penebangan hutan khususnya penebangan rotan meningkat. Rotan merupakan sumber penghasilan yang cukup besar bagi masyrakat Manobo. Banyak para Manobo sekarang mendapatkan uang dari bertani, buruh tanam(kebun), penebang rotan, penebangan kecil skala kecil, dan penanam spesies pohon exotic.

Komunitas Manobo sangatlah kecil, otonomis dan mempunyai hubungan klan-klan lokal. Datu atau ba-e adalah pemimpin seluruh Manobo, biasanya seorang pria. Perkataan tertunjuk adalah peranan politico-legal(politik-legal) atau fungsi tetapi tidak memaksa atau tercantum dalam kepemiliklahanan atau kontrol sumber daya dalam memberikan area atau teritorial. Sekarang, satu ataul lebih datu, yang dikenal sebagai barangay dan sitio/ purok(pembantu datu), memimpin komunitas.

Kebudayaan Manobo khas dan menarik. Norma lokal- menghargai tradisi lama, produktivitas(khususnya bertani), menghargai Hak yang lain(pagtahud), dan menitikberatkan saling berbagi. Mereka menerapkan sistem kekerabatan patrial, berpusat pada ayah atau ayah dalam hukum. Kepala keluarga banyak mempengaruhi anak-anaknya. Ketidakterbatasannya poligini (duway) diperbolehkan tetapi jarang terjadi, bahkan pada masa sebelumnya. Perjodohan(boya) berkurang tetapi masih terjadi.

Arwah-arwah mendiami daerah-daerah(tagbanwa) dan arwah lainya yang bisa dipanggil untuk membantu, untuk meminta persetujuan, atau untuk pengampunan yang berhubungan dengan keluarga atau komunitas, ritual dilakukan teratur.
Macam-macam ritual yang dilakukan di Manobo;  Kepemilikan arwah oleh arwah keluarga secara turun temuru(abyan, tawagonon); Ritual wajib (tulumanon) yang dilakukan dengan mengorbankan binatang(sinugbahan, Ipu); Tabu(pamali); Ritual “polusi” muncul dari perzinaan(sawoy,sawajan, atau kapo-otan) atau penumpahan darah(kakuyuhagpahan). Mimpi (taga-inup) dan Tanda-tanda (bagto, bala)sering digunakan sebagai petunjuk, dan tindakan arwah diambil sebagai penjelasan suatu peristiwa. The baylan (pemimpin keagamaan) sangat menghargai itu semua.

Manobo Land Tenure and Landownership

Variasi padi lokal panen setiap 5 sampai 7 bulan  yang tumbuh di swidden atau kaingin(sawah), dan dipanen antara Oktober dan Desember. Mereka biasanya menggarap pada perthaun, meski beberapa petnai menggarapnya sekitar bulan Maret. Untuk menanam padi pemilik lahan umumnya menggunakan bagian-bagian yang dipegang meraka untuk beberapakali garap, lalu pindah ketempat lain untuk penggarapan padi selanjutnya. Lahan yang sudah dipanen padi maka akan ditanami ubi (1 sampai 2 tahun produktifitas) jika lahan tersebut digunakan lagi untuk menanam padi maka ubi tersebut akan dipindahkan kelahan yang kosong. tiap keluarga memiliki 1 sampai 5 ladang beras dan ubi yang berbeda tiap musimnya.

Petani pertama dapat dipastikan selau seorang pria, menebang pohon adalah urusan pria, dapat juga menjadi pemilik dari berbagai bungkusan yang berasal dari lahanya yang memang cukup jauh dari yang lain. Pemilik dapa melakukan hampir semua apa yang dia mau untuk lahanya.

Hampir tidak ada kontrol komunitas terhadap kepengurusan pemilik lahan atau perpindahan lahan. Respek untuk pemilik lahan sangatlah dalam.

Gifting, Selling, and Lending Land

Cara lain untuk memperoleh kepemilikan lahan adalah dengan cara donasi atai pemberian (pag-buguy) lahan. Lahan mungkin diberikan untuk kepastian akhir, seperti untuk memperoleh negosiasi pernikahan atau hanya untuk kebaikan. Sekali diberikan si penerima menjadi pemilik lahan bahkan pemberi lahanpun harus mendapatkan izin dari si penerima. Cara lainnya adalah dengan membeli, cara ini bisa dibilang langka dan baru. Pemilik lahan juga suka untuk meminjamkan bagian dari lahan mereka yang tak terpakai untuk digunakan. Hak peminjam terbatas dan akan berakhir sampai panen tiba, tetapi lahan tetap akan menjadi milik si pemilik lahan.

Manobo Resource Tenure

Timber : Chants and Chainsaws

Sebelum terjadinya pembalakan, pohon tidak dianggap sebagai sumber daya. Pohon dianggap sebagai rumput, tak dihiraukan. Ketika penebang hutan datang pada tahun 1950an, mereka bertemu dan menerima mereka. Orang-orang Manobo membantu atau bergabung sebagai tim pembalak, sangat membantu mengarahkan penebang untuk mencari pohon yang bagus. Ritual penebangan dikembangkan untuk melindungi para penebang. Sebelum periode pergantian dan exploitasi, banyak tetua melihat tahun pembalakan yang mana untuk mereka adalah era emas untuk keantusiasan dan kesempatan, kemudahan, uang, dan keamanan.

Tidak ada rasa penyesalan karena kolaborasi mereka dalam menghancurkan hutan, observasi yang berjalan untuk memperlihatkan kesadaran lingkungan pada komunitas lokal. Orang Manobo tidak mananggung dalam stabilisasi atau pemeliharaan hutan. Manobo bertindak seolah tidak pernah ada kepemilikan kayu, orang Manobo tidak mengatur pembalakan hutan.

Ratan : From Curse to Comerce

Menurut seorang leluhur wanita dulu, memotong rotan untuk perdaganan akan dikutuk, karena rotan sangat berguna. Pebisnis pertama dan penebang berasal dari luar daerah, tetapi penduduk lokal sekarang sudah mempelajari bagaimana cara bertransaksi.

Manobo memiliki sumber-sumber alam yang lain seperti buah-buahan, jamur, bambu, dan sumber alam tropis lainya.

Hunting, Trapping , and Fishing

Berburu atau menjebak umumnya tidak diatur. Tidak ada area sakral atau tampat suci, atau periode pertahun, dimana berburu atau menjebak dilarang. Tidak ada batasan pada senjata atau jebakan yang dipakai. Orang Manobo menggunakan senjata api, “ping-pong”(peledak kecil yang dimasukan pada potongan kamote, yang akan meledak ketika digigit oleh babi liar), dan bætik dan seyngwag(jebakan bambu). Tidak ada binatang tabu. Hanya perburuan atau penjebakan babi liar –game penting-  memeliki ketentuan dan tabu. Tetapi sebelum pembatasan perburuan dan penjebakan, ritual Manobo ditujukan bernegosiasi pada akses manusa untuk kepemilikan sumber daya atau pekerjaan pada arwah.

Mancing atau permainan air lainnya sangat terbuka, tidak ada kepemilikan untuk sungai. Ada pembatasan baru pada penggunaan teknik memancing, seperti menggunakan kail racun atau kejutan listrik. Pembatasan itu pemerintah berikan untuk melawan teknik terlarang tersebut.

Pattern of Resource Tenure

Ini sangat menarik, kepemilikan terhadap kayu dan rotan telah dialokasikan bukan untuk komunitas atau grup lain tetapi untuk pemiliklahan(secara individual), secara tradisional  atau konsep properti lokal terhadap kepemiliklahanan secara individu. Konsekuensinya kayu dan rotan akan terlihat sebagai bagian atau sebagai hasil tertulis lahan. Efeknya konsep lahan telah ditambah sehingga termasuk kayu dan rotan yang secara fisik berakar disana.
Dalam prosesnya, kuasa dari pemilik lahan termasuk lahan dan hubungan sosial didalamnya sama-sama diproduksi dan direproduksi oleh pergantian kepemilikan sumber daya.

Di daerah sungai Adgawan, kepemilikan individu adalah manager dari sumber daya lokal. Mereka yang menentukan apakah pohon dan rotan ditebang atau tidak di lahan mereka. Mereka mengumpulkan dokumen, sayangnya, yang tidak positif. Sekarang mereka khawatir kayu dan rotan atau sumber daya lainya diexploitasi berlebihan. Sementara itu, sumber daya hutan lain yang penting tetapi tidak komersial masih ada dan termasuk kedalam kategori sumber daya yang terbuka.

A Construction of Manobo Tenure

The Myth of Communal Land Tenure

Dalam komunitas Manobo, tidak ada mekanisme untuk pembagian tanah melebihi pemilik tanah itu sendiri dan keluarganya.  Keadaan dan peredaran aturan pembagian warisan di Manobo memiliki ciri khas menekankan dalam penguasaan lahan. Jika lahan bukan milik umum, maka tidak memerlukan rangkain. Bagaimanapun juga, aturan dalam  pembagian warisan menyediakan untuk warisan individu dan pemilik lahan, dimana peraturan baru dipakai.  Dimana aturan terdahulu terus dipakai, oleh pemilik tanah sendiri,  dipilih satu ahli waris sebagai pemilik tanah, walaupun dengan kewajiban untuk mengatur kesejahteraan bersama.

Sorot aturan warisan ini dalam struktur sosial yang mereka jalankan. Pemilik tanah adalah tunggal bukan anggota dalam sebuah komunitas, tetapi dalam  satu hubungan dengan seorang pemilik tanah melalui keturunan atu pernikahan untuk seorang ahli waris.

Dan kepemilkian tanah yang benar untuk kayu rotan dan varietas utama dihubungkan untuk pemilik tanah, upaya penguasaan lahan yang di bedakan dari yang lain.


Manobo Tenure and State

Karena kepemilikan lahan Adgawan Manobo dan sumeberdaya secara komersial secara individu, kekuatan untuk mengatur sumberdaya dengan kepemilikan tanah pribadi. Tapi keaneka ragaman pohon dan rotan, sumber daya hutan yang “ kecil ”, dan game dan memancing dipertimbangkan sebagai sumber daya terbuka.  Peraturan ini mengijinkan pemilik lahan dan umum menggunakan sumber daya, termasuk meminjam dan memberi pinjaman lahan itu sendiri.
Tapi ini bukan untuk mengatakan bahwa Manobo secara budaya, politis dan ekonomis mengasimilasikan partai besar. Sementara mereka dengan jelas mencakup dalam artitukalasi dari kapitalisme, ideology ekonomi Negara, cara mereka dalam berpartisipasi bermasalah untuk Negara. Produksi kayu dan rotan tanpa lisensi oleh pemerintah, dan tidak diatur, tidak dikenakan pajak, dan tidak dikenali oleh negara. Dalam beberapa hal, mereka adalah kaum buangan kapitalis yang mengabaikan  gugatan Negara untuk mengatur eksploitasi sumber daya mereka.
Tindakan pemilik lahan Manobo berbeda dengan pandangan pemerintah  dalam 3 point penting. Pertama, Negara mengenai property berakar dalam sebuah fiksi sah yang pemilik asli dari semua lahan dalam wilayah ini, Manobo memelopori  dasar kepemilikan, pembuatan property aglikultur. Kepemilikan Manobo dengan demikian menggugat monopoli Negara dalam menentukan kepemilikan dengan system titling. Kedua, Manobo menghubungkan kepemilikan lahan untuk kepemilikan sumberdaya, Negara membuat suatu pembedaan diantara lahan dan sumberdaya serta mengijinkan orang berbeda untuk mengakui mereka secara terpisah walaupun mereka mungkin tumpang tindih secara geografis. Ketiga, konsep Negara dari penekanan hak milik eksklusif ini, tapi praktek Manobo kurang eksklusif, seperti mengijinkan penggunaan umum dari property individu.

Conflicts in Construction

The Indegenous Peoples Rights Act

Keterlibatan penduduk asli dalam melawan pemberontakan selama rezim Marcos . perombakan itu sendiri dan NGO dari penduduk asli pada tahun 1970an dan 1980an; penduduk lokal melatih skill dalam artikulasi keuntungan mereka dan memobilisasi dukungan; pengamatan jaringan antara hak lahan dan pergerakan lingkungan; tumbuh relevan dalam proses penasihatan dan ilmu pengetahuan dalam legislasi dan pada umumnya penerimaan hak penduduk lokal perlahan-lahan dan secara komulasi memenangkan pengakuan akan hak penduduk lokal dari negara.

Tak ada lagi keraguan terhadap hak mereka untuk teritorial keluarga. Pertanyaannya adalah bagaimana hak akan memberi tanda dan terealisasikan.

IPRA mendominasi pidato isu-isu penduduk asli. Ini memberikan, contoh, paradigma dominan untuk proteksi yang legal untuk hak penduduk asli terhadap lahan dan sumber daya alam. Komunitas penduduk asli mempunyai ratusan data dari Certificate of Ancestral Domain Title (CADT) dan aplikasi Certificate of Ancestral Land Title(CALT) di NCIP. Dan ketika NCIP masih bernegosiasi, hubungan dengan Department of Environment and Natural Resources (DENR), IPRA benar-benar menekan DENR untuk membersihkan kontrol terhadap isu lingkungan yang mempengaruhi hak dan bagian penduduk asli.

The State Construction of Indigenous Tenure

IPRA adalah usaha negara untuk mengkondisikan hak-hak penduduk asli. Hanya ada satu aspek pembuatan undang-undang. Dimensi penting dalam pembangunan hubungan dengan penduduk asli adalah Homogenitas, Rasionalisasi, dan pembagian ruang. Bagian kekuatan negara adalah untuk mendekati permintaan penduduk asli, dan konsekuensinya dalam mengkonstruksi kepemilikan tanah penduduk asli.

Sementara itu, wilayah keluarga atau sumber daya alam yang didalamnya terdapat wilayah keluarga menyangka akan menjadi milik komunitas. Dengan kata lain, tanah individual atau kepemilikan keluarga, tetapi komunitas, sebagai grup, memiliki sumberdaya dan lahan tak tertunjuk didalam teritorinya.

Construction in Conflict

Benturan antara tindakan IPRA dalam kepemlikan lahan dan praktis kepemilikan tanah Manobo. Pelarangan melawan penjualan atau deposito wilayah keluarga berjalan berlawanan pada paktis orang Manobo, yang membiarkan permilik lahan memberikan, menjual atau menukar lahan semau mereka. IPRA juga tidak mengakui jaringan antara pemilik lahan dan pemilik sumber daya di dalam sistem kepemilikan lahan Manobo. Merujuk pada peraturan kepemilikan lahan Manobo, pohon komersial dan rotan dimiliki oleh pemilik lahan.

Kontrol sumber daya efektif apabila ditangan pemilik lahan. Hukum memiliki perbedaan antara lahan keluarga dan wilayah. Untuk menggunakan kondisi IPRA, tidak pernah ada lahan keluarga Manobo, hanya ada wilayah keluarga.

Beberapa komunitas di Adgawan memiliki organisasi lokal dan salah satunya bahkan mencoba untuk mengatur sumber daya lokal secara kolektif. Tetapi experiment tersebut gagal karena melupakan praktis kepemilikan lahan lokal.  Idenya berasal dari organisasi tersebut, disusun dari komunitas penduduk, yang mengatur sumber yang digunakan komunitas, berlangsung cukup jauh untuk mengenakan pembalakan rotan- pemotongan terlarang. Sayangnya. Tidak semua pemilik lahan dalam komuniti adalah anggota dari organisasi.

Potensi masalah tersebut dikarenakan pajak negara, konstruksi resmi kepemilikan tanah penduduk asli tidak sesuai dengan konsep kepemilikan tanah Manobo dan praktiknya.

The Imperative to Bureaucratize Space

Dalam respon peradilan untuk pengakuan hak dan sumber daya penduduk asli, negara membuat asumsi pembagian kepemilikan lahan dengan mendaftarkan masalah ini dalam dokumen IPRA. Ini semua bagian dari proses “bureaucratization” dalam ruang yang negara Filipina paksakan untuk menstabilisasikan dan memelihara controlnya pada penyelenggaraan politik internalnya seperti masalah teritori penduduk asli.

IPRA bureaucratization lahan keluarga dan wilayah dalam 3 jalan interelasi. Pertama, memberikan negara mekanisasi untuk pengawasan pada sumber daya lokal, komunitas, dan para pemimpinya dan kewajiban dan pendaftara untuk memonitro aktivitas ekonomi dan transaksi. Kedua negara menyatukan “ketakutan dalam perbedaan” paksakan pada homogenitas dan standarisasi pendapat dari dan hak, sistem kepemilikan lahan dan wilayah. Ketiga dan terakhir, proses dokumentasi lahan dan wilayah peng-claiman didalamnya struktur negara kapitalis imperatif, intensif dalam pengkomodisian lahan dan wilayah.

Proses perencanaan IPRA memberikan Filipina sebuah kesempatan untuk mendaftarkan hukum mode bureaucratizating lahan keluarga dan wilayahnya.

Palagsulat and Palamgowan

Untungnya, versi certia yang menggambarkan hubungan timbal balik negara dan respek antara anak-anak yang itu 2 simbol kekeluargaan. Palagsulat dan Palamgowan adalah saudara, certia ini bertanya pada kita untuk melihat untuk berbagi originalitas dan saling membantu satu sama lain dan berbagi masa depan. Pada akhirnya kita harus membuang pemikiran dan keegoisan yang menutup kita dari saling memahami satu sama lain.

*Tugas ini diambil dari paper yang diberikan oleh Bapak Rimbo Gunawan, salah satu dosen Antropologi Unpad. papernya sendiri tidak disebarluaskan di internet.
*Paper ini merupakan rangkuman dari Translate-an dari versi aslinya yang berbahasa inggris, dan jika dilihat dari susunan terjemahannya paper ini masih berantakan, jadi gunakan otak kalian untuk berpikir sedikit mengenai inti dari paper ini, karena saya malas memanjakan otak kalian.

Permulaan

Sebernernya ini bukan blog pertama saya, saya pernah membuat satu di wordpress.com hanya saja tidak terurus. Disana saya memasukan beberapa karya tulis saya, yang masih mentah dan kebanyakan belom jadi. Kali ini saya membuat Blog di Blogger.com berniat buat masukin tugas-tugas saya di Antropologi Fisip Unpad sebagai timbal balik dan ucapan terima kasih pada orang-orang yang telah memberi inspirasi dan tulisannya buat tugas-tugas kuliah saya. Mungkin ada yang gak setuju dengan bagaimana cara saya menunjukan rasa terima kasih saya dengan serampangan masukin tugas lewat blog. Ya sebenernya saya gak punya niat buat memperbodoh bangsa, tugas saya ini cuma sebagai contoh, untuk bayangan mengenai tugas yang sedang dikerjakan mahasiswa atau umum. Gampangnya kalo orang pengen bego, ya copy paste aja tugas saya dan claim atas nama sendiri dengan begitu udah keliatan kalo itu pekerjaan orang yang gak ngotak. Saya tekankan sekali lagi post apapun yang ada di blog ini adalah sebuah contoh, dan saya harap ada rasa saling menghargai dalam pengakuan terhadap karya orang. Weis! jadi keliatan gila hormat ya? ahahaha tapi serius, show your respect, seenggaknya, seminimal-minimalnya nyantumin sumber-sumber yang dipakai dalam membantu mengerjakan tugas. Tujuan utama saya telah saya sampaikan tadi, selanjutnya dalam Blogg ini saya akan memasukan bebrapa artikel mengani pengamatan saya yang bernilai subyektif, karena akan saya sisipkan opini-opini saya dalam artikel tersebut, selain itu juga saya akan menulis post mengenai hal-hal yang tidak begitu penting mengenai pengalaman saya agar blog ini tidak terlalu statis. Secara niat, jujur emang saya telat banget buat bikin blog macam ini, tapi yang post yang tersimpan tidak akan pernah telat untuk dibaca karena beberapa dapat dijadikan arsip dan sebagai pembanding dengan artikel yang lain. Semoga post-post saya bermanfaat, amin :)